Saat
ini pemerintah DKI Jakarta sedang gencar-gencarnya mencanagkan diri sebagai
provinsi pendidikan inklusif. Seperti yang termuat dalam BERITAJAKARTA.COM
“Sebagai bentuk perhatian terhadap pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),
Pemprov DKI Jakarta mencanangkan diri menjadi provinsi pendidikan inklusif.
Dengan pencanangan ini, ke depan Pemprov DKI Jakarta menargetkan setidaknya
akan menjadikan 7.000 sekolah reguler menjadi sekolah inklusif, dengan rincian
2.600 sekolah negeri dan 4.400 sekolah swasta yang tersebar di ibu kota. Kepala
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, kini
DKI Jakarta terus mengembangkan pendidikan inklusif. Yakni pendidikan yang
tidak membedakan anak berdasar kondisi fisik dan mental.”[1]
Lantas
apakah yang disebut dengan anak berkebutuhan khusus itu sebenarnya? Menurut
Jamaris, individu berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki ciri-ciri
khusus di dalam perkembangannya yang berbeda dari perkembangan secara normal.
Penyimpangan perkembangan tersebut dapat berbentuk penyimpangan intelegensi,
yaitu intelegensi di bawah normal yang dikenal dengan individu penyandang
retardasi mental, atau intelegensi di atas normal yang dikenal individu
superior dan gifted.[2]
Saat
ini pemerintah sedang gencar-gencarnya muntuk mensosialisasikan anak-anak yang
yang berkebutuhan khusus tersebut untuk bisa mengenyam pendidikan formal sama
seperti anak-anak normal lainnya yang bersekolah di sekolah umum. Dan
sekolah-sekolah yang menerima dan mau memberi kesempatan bagi anak-anak
istimewa ini disebur sekolah inklusif.
Mendapatkan
pendidikan yang layak adalah hak semua warga negara baik bagi mereka yang
dikarunia kehidupan normal dan mereka yang mendapatkan anugerah kekurangan dari
Tuhan YME. Oleh karenanya pendidikan tidak harus diskriminasi dan mengakomodir
pluralitas baik masalah sosial maupun fisik. Sekolah menjadi tempat untuk
mendapatkan pengetahuan dimanapun berada tanpa memandang bentuk fisik.
Sejalan dengan Hak Asazi Manusia (HAM) bahwa pendidikan adalah hak dari seluruh
manusia oleh karenanya sekolah harus menyediakan tempat bagi mereka yang
memiliki kebutuhan khusus, yang tentunya tenaga pendidik dan kurikulum
menyesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Menurut
penulis, kita harus bisa menerima keberadaan dan kehadiran mereka yang memiliki
kebutuhan khusus dengan baik, karena ini merupakan bentuk kebhinekaan.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan harus menyediakan layanan khusus. Demikian
juga kepada para siswa untuk dapatnya membantu dan menerima mereka menjadi
bagian dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang
Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa Pasal
1”Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.[3]
Inclusive education, menurut
UNESCO pendidikan inklusif mengandung arti bahwa sekolah perlu mengakomodasi
kebutuhan pendidikan semua anak dengan tidak menghiraukan kondisi fisik,
intelektual, sosial, emosional, bahasa, dan kondisi-kondisi lainnya. Anak-anak
normal, anak-anak berkebutuhan khusus (disable
dan gifted), anak-anak yang memiliki
latar belakang bahasa dan etnik minoritas, anak-anak jalanan, anak-anak yang
bekerja, dan anak-anak yang berasal dari keluarga tudak mampu; anak-anak di
daerah terpencil atau anak-anak dari suku yang berpindah-pindah serta anak-anak
yang berasal dari kondisi yang kurang beruntung lainnya perlu mendapat akses
terhadap pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan inklusif merupakan realisasi
dari komitmen yang berkaitan dengan educational
for all seperti yang dicanangkan oleh UNESCO.[4]
Pendidikan
inklusif menjadi isu global karena jenis pendidikan ini memberikan respon
terhadap perbedaan latar belakang dan kebutuhan anak dengan jalan memberikan
kesempatam pada semua anak untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Dengan
demikian menurut penulis, eksklusifitas dalam pendidikan dapat diminalisasi.
Dalam penerapannya, pendidikan inklusif dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya memberi kesempatan kepada anak kerkebutuhan khusus untuk bersekolah
di sekolah umum. Oleh sebab itu, pendidikan inklufis memberikan peluang untuk
memindahkan anak berkebutuhan khusus yang tadinya bersekolah di sekolah khusus
atau ada di rumah dan tempat-tempat lainnya untuk bersekolah di sekolah umum.
Menurut
penulis dengan adanya pendidikan inklusif tidak berarti bahwa sekolah-sekolah
khusus yang telah ada dan dibutuhkan oleh individu-individu berkebutuhan khusus
lainnya ditutup. Hal yang penting dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif
adalah memodifikasi sarana dan prasarana, kurikulum, proses pembelajaran, dan proses
evaluasi hasil belajar yang dapat mengakomodasi kebutuhan individu berkebutuhan
khusus yang bersekolah di sekolah umum. Melalui berbagai kegiatan tersebut maka
pendidiakn inklusif memberikan kesempatan kepada semua anak untuk meraih
kesuksesan melalui pendidikan. Melalui pendidikan inklusif, anak-anak
berkebutuhan khusus dapat kemajuan di bidang keterampilan sosial dan kompetensi
khusus yang dimiliki mereka.
[1] http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=57102
(diakses pada tanggal 23 Desember 2013).
[2] Martini jamaris, op.cit., h. 261.
[3] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan
Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa, Pasal 1.
[4] UNESCO, The Salamanca World Conference on Special Needs Education: Access and
Quality, UNESCO and the Ministry of Education (Spain, Paris: UNESCO, 1994).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar